Thursday, July 5, 2007

LONTAR 3

Dalih Cinta
Cerpen Asti Widakdo

Bedebah! Ternyata selama ini Risa menganggapnya tidak serius. Belum cukupkah pengorbanan Alpin untuknya? Seenaknya saja Risa menuduh rasa cintanya hanya main-main belaka. Kenapa tidak dari dulu Risa bilang begitu, sehingga tak perlu capek-capek Alphin memperjuangkan rasa cinta demi kebahagiaan mereka. Semua masih tersimpan sempurna dalam otak Alphin: tentang awal mereka menyatakan perasaan sampai akhirnya seperti ini. Ya, semua masih tersususn rapi dalam memori.

" Aku sayang kamu tulus dari hati ". Bukankah itu yang selalu Risa nyatakan saat dalam pelukan Alphin. Anehnya Alphin percaya semua itu akan membawanya ke sesuatu yang membahagiakan mereka. Tapi kini, bagai kilatan petir di siang bolong semua impian sirna oleh kata-kata Risa yang ternyata berlipstikkan dusta. Risa yang dulu Alphin anggap sebagai bidadari syurga, mendadak berpaling darinya.

Kini Alphin sadar telah dibutakan oleh rasa cintanya. Terjebak dalam perangkap yang menyeretnya ke jurang kenistaan. Alphin pun memutuskan untuk mendobrak pintu perangkap dan lepas dari belenggu rasa yang akan terus menyiksanya.

Walau begitu, Alphin tak bisa sepenuhnya menyalahkan Risa. Semua berawal ketika mereka saling curhat tentang masalah yang sedang Risa hadapi, yang tanpa terasa telah menarik rasa simpati untuk membantu Risa. Bukan karena Alphin mencintainya, tapi sebagai seorang sahabat Alphin ingin membantu tanpa pamrih.

" Aku sudah lama mencoba untuk mencintainya, tapi selama dua tahun aku tidak bisa. Dan sekarang, aku sedang jatuh cinta kepada seseorang, aku bingung! "

Risa ungkapkan apa yang ada dalam hati.

" Kalau kamu tidak mencintainya, kenapa mau menerima dia? Bukankah itu akan menyakitkanmu... dan sekarang kau rasakan itu. Kalau boleh tau siapa lelaki yang meruntuhkan rasa cintamu? "

Mereka saling terdiam sesaat. "Apa aku mengenalnya?" lanjut Alphin.

"Ya, kau mengenalnya. Bahkan sangat mengenalnya" jawab Risa.

Terlintas dalam benak Alphin "apakah itu aku?", tapi Alphin segera membuang jauh pikiran itu. Sampai pada malam yang akhirnya membuat Alphin takluk akan sinyal cinta yang terpancar dari hati Risa. Dan mereka pun menyatakan rasa yang masih mengambang di bawah romantisnya sinar purnama sebagai awal kisah cinta. Hingga suatu ketika....

"Sebagai seorang lelaki aku masih meragukan tentang status kita. Ris. Apa kau serius mencintaiku? Sejujurnya aku tidak mau diduakan. Aku sungguh menaruh harapan besar terhadapmu".

"Al, aku bingung! Dalam hatiku berkecamuk, gundah gulana berkliar mengakar tak berujung. Tapi hati ini tetap mengalunkan nada cinta untukmu.

Dan, asal kau tahu saja, aku tak mau kehilangan rasa cinta ini. Untuk dia, aku belum merasa yakin apa aku bisa, aku takut kalau nantinya menyakiti perasaan orang lain.

" Aku mencintaimu Al, tulus dari hati", sambil menitikkan air mata, Risa rebah di dada Alphin. Suasana haru nan romantis, diiringi deru angin sepoi dingin dalam kemesraan.

" Aku juga mencintaimu Ris. Aku tak mau kehilangan rasa ini. Kita jalani saja apa yang harus kita jalani, semua ini adalah atas kehendakNya. "

Waktu berlalu. Detik berganti menjadi menit, menjadi jam, menjadi hari, menjadi minggu, dan menjadi bulan. Tanpa terasa kisah mereka terlewati penuh keromantisan, keraguan, dan kedengkian. Gila, geli, gelisah menjadi deretan gerbong dalam kereta cinta. Sampai pada waktunya......

" Ris, ada apa gerangan sikapmu beberapa hari ini berubah? "

" Memangnya. "

" Aku merasa kau tak lagi seperti dulu. Indahnya cinta tak lagi kurasa dalam pancaran matamu. "

Gejolak keraguan mengoyak relung hati Alphin, dalam deru sendu ia beranikan diri untuk menanyakan hal itu kepada Risa.

" Setiap hati ada batasannya Al, kenapa kau tidak tanyakan sendiri pada dirimu."

Sedikit kasar memang, tapi itulah Risa yang misterius. Gejolak kembali merebak dalam hati Alphin terus menjalar ke otak, beribu pertanyaan berserakan dalam pikirnya. Hatinya berbisik.....

" Alphin, bukankah Rosululloh telah mengajarkan kita untuk bersabar? Jangan sampai kau buta oleh prasangka yang nantinya akan membawamu ke dalam penyesalan. Bukankah cinta tak harus memiliki, karena itu buktikanlah untuk cintamu dengan sedikit berkorban. "

" Hmmm...... berkorban demi cinta? Kelihatannya asyik juga, apa salahnya dicoba. " Alphin berdialog dengan hatinya.

Selama berhari-hari, detik-detik terlewati hanya Risa yang ada di benak Alphin. Terus dan terus menjawab pertanyaan yang tercipta dalam otaknya. Ternyata semua itu meyakinkan hatinya bahwa Risa bukanlah yang terbaik baginya.

" Jika memang diriku bukanlah menjadi pilihan hatimu, mungkin sudah takdirnya kau dan aku tak bersatu ", suara hati berbisik bak lantunan lagu. Lagu yang menyeret Alphin memencet nomor Risa yang ada di HP-nya.

" Risa, bisa kita ketemu? "

" Ada apa Al ? "

" Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Penting. ?"

" Kalau begitu temui aku di masjid siang ini. "

Alphin meletakkan HP-nya. Ia keluar dari pintu kamar, dengan semangat jihad, menuju Rumah Tuhan. Sambil bergumam, " Aku tak berniat menyakiti hatinya, aku hanya inginkan dia bahagia. "

Masjid itu masih lengang. Alphin melihat gadis itu duduk di serambi masjid, dengan raut wajah penuh tanya.

" Ris, sudah cukup kebimbangan yang kau cipta "

Suasana hening, meski kata-kata Alphin datang bagai petir menyambar di siang bolong.

" Maksudmu..? "

" Setiap hati ada batasannya. Dan hari ini adalah batas hati itu. Ris, hati ini lelah oleh sikapmu yang tak pedulikanku. Padahal kau tahu betapa aku mennyayangimu. Aku letih dengan semua ini. Kuharap kamu mengerti dan sadari "

Terdiam, keduanya terdiam. Sunyi sepi menjadi dalih atas bisunya lisan. Mungkinkah ini akhir cerita cinta diantara mereka? Suara adzan mengalun merdu menusuk relung kalbu, menyejukan jiwa, dan tanpa terasa waktu dzuhur telah tiba.

(Kulon Progo, 1 Muharram 1428 H)



Bilik Redaksi

Pembaca budiman,
Bagi sementara orang, ter-utama anak muda, bulan Februari identik dengan bulan "kasih sayang". Ya, ini karena pengaruh Valentin's Day. Jika ditelusuri, perayaan Hari Valentin merupakan tradisi Gereja dalam memperingati wafatnya Santo Valentinus. Konon, sebelum gugur sebagai martir (mati syahid?) ia sempat menulis catatan kecil tentang cinta. Lalu, di berbagai belahan dunia, hari Valentin diperingati dengan pembarian hadiah seperti coklat, bunga mawar, kartu bergambar cupid dan ungkapan cinta bagi sepasang kekasih. Kita tidak menolak, tidak juga mengkampanyekan hari Valentin. Kalau Lontar edisi ini terkesan "bernuansa cinta", itu lebih karena sikap toleran semata. Bagi kami, tak ada sedetik pun waktu terlewat tanpa cinta. Dan karena cinta pula, Lontar selalu hadir menyapa Anda.

Selamat membaca !.

Baca Buku
Judul : Pudarnya Pesona Cleopatra;
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit : Penerbit Republika, Jakarta
Cetakan : IV, 2006 ( vii + 111 halaman)


Novel tipis ini terdiri dari dua cerita berbeda dan tidak memiliki kesatuan cerita. Kesamaannya terletak pada tema yang diurai. Cinta dan pernikahan. Cerita pertama menyajikan kisah cinta yang tragis. Lelaki yang menikah dengan gadis pilihan ibunya tanpa didasari cinta bahkan hingga istrinya mengandung anak mereka. Sang istri akhirnya meninggal bersama bayinya di saat lelaki itu mulai bisa mencintainya. Sayang, ia tak memiliki kesempatan untuk menebus kesalahan, juga cintanya. Pergulatan batin penuh dialami oleh lelaki itu yang tergila-gila dengan prototype perempuan-perempuan Mesir (tempat di mana lelaki itu pernah menimba ilmu) yang kecantikannya konon merupakan titisan Cleopatra.

Cerita kedua menampilkan tokoh perempuan yang bergulat dalam dilema. Mirip kasus klasik ala Siti Nurbaya. Menikah untuk melunasi hutang ayahnya. Cerita ini ditutup dengan happy-ending yang mudah ditebak. Ada pahlawan yang tiba-tiba datang menyelamatkan si tokoh (bak pangeran berkuda putih). Dilanjutkan dengan kalimat "akhirnya mereka hidup bahagia sebagai sepasang suami istri".

Membaca novel ini, kita seolah diajak untuk romantik sekaligus sentimentil. Pergulatan batin yang menjadi ruh novel ini (seperti disebut sebagai novel psikologi Islami) terasa biasa saja, dilihat dari latar belakang pelakon cerita yang notabene orang-orang yang cukup berpendidikan, sehingga sudah selayaknya pandai mengelola konflik batin itu. Istimewanya bagi saya cerita ini membawa pesan moral tentang bagaimana memilih dan mencintai pasangan hidup dengan tulus-apa adanya.

(Akhiriyati Sundari, Penikmat novel cinta. Tinggal di Blok 2 Ngestiharjo-Wates)


Ada Apa dengan LA

LA di Forum Penyair 4 Kota
Dua penyair komunitas Lumbung Aksara (LA), Marwanto dan Akhiriyati Sundari, diundang pada acara Forum Penyair 4 Kota (Padang, Bandung, Yogya, Bali) yang berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta, 2-3 Februari 2007. Pesertanya adalah penyair yang karyanya dimuat di buku "Herbarium" (Antologi Puisi 4 Kota). "Dari 4 penyair Kulonprogo yang mengirimkan karyanya, terpilih 2", kata Mahwi Air Tawar, koordinator acara. Selain lounching "Herbarium", juga digelar diskusi sastra dengan pembicara Dr. Faruk HT, Afrizal Malna, Saut Situmorang, Raudal Tanjung B. (Yogya), Widzar Al-Ghifary (Bandung), Sudarmoko (Padang), Muda Wijaya (Denpasar). (Itul Khoiriyah

Tadarus Puisi Edisi Keempat
Acara bulanan Komunitas LA, Tadarus Puisi (TP) berlangsung 23-1-07 di Sorobayan, Tirtorahayu, Galur diikuti anggota dan simpatisan Komunitas LA. Beda dari biasanya, di TP kali ini hanya dua penyair yang membacakan puisi: Samsul Maarif (LA) dan M. Shodiq (ASK). Sebab, acara dilanjutkan untuk membahas program kerja LA. (Itul Khoiriyah)


BYAR
Ghaib


Ada baiknya kita ingat Parmin. Ia memang bukan tokoh penting. Tapi di malam itu (sekitar sepuluh tahun lalu), di sebuah wartel yang sesak orang antri ingin menelpon, ia berjuang keras “melawan” kemauan “ruh”-nya.

“Cepat dong, katakan!”

“Emm.... apa harus malam ini..?”

“Ya, harus ….!!!!!!!!!”

Parmin gagal mengucapkan. Juga esok harinya, saat bertemu Siti di kampus. Meski belum mengucapkan, sejatinya ia telah menyatakan sikapnya pada Siti. Dan inilah keyakinan Parmin: cinta itu bukan sederet kata dan rayuan manis, tapi sebuah sikap. Sikap yang dilandasi hubungan intens antar “ruh”. Apakah ruh itu?

Menurut kitab suci, pengetahuan manusia tentang ruh serba terbatas --sedikit. Mungkin bisa ditafsirkan: definisi ruh tak perlu diperdebatkan. Sebab ruh itu urusan Tuhan (Ar-ruhu min amri Rabbi). Cukup manusia menjaga dengan sikap, dengan tindakan, yang merupakan manifestasi dari vibrasi ruh. Dan inilah cinta!

Cinta itu tak ada habisnya jika (hanya) dibicarakan, tapi sungguh sangat simpel bin nikmat jika dilaksanakan. Demikian seloroh seorang teman. Ia tidak salah. Sebab, mendebatkan hubungan antar ruh adalah muskil.

Itu wilayah ghaib: domain yang sejatinya “tak tersentuh kata”. Ingat saat Kanjeng Nabi mi'raj? Di “langit kesatu sampai enam” beliau masih bisa berdialog dengan malaikat. Tapi, begitu menghadap Allah di langit ke tujuh (sidratul muntaha), “pertemuannya” tersebut tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Mengobral cinta dengan kata bukanlah tindakan bijak. Kecuali bagi seorang penyair. Itupun tidak untuk tujuan “mendebatkan” cinta, namun untuk menghaluskan rasa. “Alusing rasa bakal ngadohke tumindak dur-angkara”, kata teman kos saya di Solo, tahun 1997. Tapi saya menyanggah: “Bukankah penguasa kita juga berperangai halus, suka ngumbar senyum di hadapan petani pada acara klompencapir, mengapa banyak teman kita demonstran diculik?”

“Halusnya rasa tak (hanya) identik dengan senyum, Dab! Tapi, bertindak sesuai kata hati”, jawab teman tadi. Saya pun tertegun, dan kembali teringat Parmin, yang beberapa waktu lalu ditanya istrinya.

“Mas, katanya sampeyan itu penyair, kok tak bisa romantis…?” Cukup lama Parmin merenungkan pertanyaan isterinya. Sampai pada suatu kesimpulan: “Dik, mungkin aku ini bukan tipe penyair yang suka tebar pesona………….”

M A R W A N T O


Lisa-Ku (Liputan Sastra Kulonprogo)
Sebuah acara menarik bertajuk “Bikin Puisi Bareng” (BPB) berlangsung di Taman Binangun Kulonprogo (TBK) pada hari Minggu pagi (4-2-07). Acara yang direncanakan berlangsung pada minggu pertama tiap bulan ini digagas oleh Ajar Sastra Kulonprogo (ASK). Untuk BPB edisi perdana kali ini menghadirkan nara sumber: Marwanto (koordinator Komunitas Lumbung Aksara) dan Wahid AS (ketua komunitas Padang mBulan) dengan dipandu Puthut Buchori (Pemimpin Redaksi buletin ASK).

Acara yang diikuti sejumlah anak muda ini diawali uraian singkat dari nara sumber ihwal pandangan mereka terhadap dunia kepenulisan dan sastra (khususnya puisi). Bagi Wahid, puisi adalah tulisan yang menekankan penggunaan simbol yang indah. Sementara menurut Marwanto, beda dengan tulisan ilmiah, puisi adalah sebentuk karya yang berangkat dari mata batin penulisnya.

Setelah paparan nara sumber, acara dilanjut dengan membuat puisi. Setiap peserta yang hadir diberi waktu 15 menit untuk membuat puisi. Lalu, mereka membacakan karyanya dan semua yang hadir diberi hak untuk mengomentari.

Menurut Puthut, komentar dari nara sumber hanya bertujuan memperkaya wacana. “Di sini tak ada pengadilan puisi, sebab kita sama-sama masih dalam taraf belajar menulis puisi”, kata lulusan ISI Yogyakarta ini. (Aris Izur)f





PUISI
Makin ridu


Oleh Mukhosis Noor

Hari ini kau sematkan di tanganku duri-duri mawar
Setelah kemarin kau selipkan di jariku paku-paku kehidupan
Seperti air
Kau adalah titik hujan
Seperti batu
Kau adalah ornamen kehidupan
Seperti kembang
Kau adalah teduh bakung
Seperti api
Kau adalah bara
Seperti angin
Kau berlalu
Hari ini
Makin aku rindu
(Yogjakarta, 18 desember 2006)


Nota Cinta
Oleh Sri Juliati

Serpihan hati masih melekat
Tak kan terhapus oleh pekat
Bayang ragamu slalu ada
Menari di dasar jiwa
Ingin kuberontak
Kepada sesuatu yang maya
Sesuatu yang disebut cinta
Apalah makna ini semua!!
Senyummu tak dapat kulupa
Lalu kapan kan sirna?
Semua hampa, tiada berasa


Valentinkan Ibuku
Oleh Niko Ferdian

Aku inginkan semua bervalentin
Siapapun. Dimanapun. Kapanpun.
Agar nurani merdeka tanpa batas
Dan kalbu berteriak tanpa asa

Tapi belum untuk Ibuku
Sori Bu…..

Sebenarnya valentin hanya hakmu
Bukan milik mereka yang melalaikanmu
Bukan milik mereka yang menyiksa nuranimu
Aku janji….
Kuberikan saat ini dan esok hari

Tuhan..?!
Valentinkan Ibuku

Ini yang kumampu
Berniat belum berbuat
Berucap belum bersikap

Met valentin Ibuku…


Senja Ke Seribu Enam Ratus
Delapan Puluh

;untuk lelaki senja
Oleh Fajar R Ayuningtyas

Senja ke seribu enam ratus delapan puluh
di cakrawala siluetmu telah tak terbaca.
Entah
Hanya fosil matahari angin debu
dan segenggam abu perapian
sisa perburuan semalam

Maka kulepaskan cinta, sayang, ke lembah bebatu itu
hatiku masih terjal. Sampai entah kapan

Kini biarkan saja malam turun dihatiku dan engkau



Dawai-Dawai Cinta
Oleh Wahid Agus Supriyanto

Di sini kita berdiri
Di sudut rona mentari berseri-seri
Bersedih ….
Ataukah lebih perih
Ketika kusebut sebuah nama
Bergetar membias seluruh jiwa
Mungkin kecewa atau duka
Mungkin juga gundah gulana
Kupetik gitar tua di tengah huma
Nyanyikan syair lagu mawar bunga
Untukmu wahai kusuma
Impian hati di tanah surga
(Taman Binangun Kulonprogo, 4-2-07)


S a a t n y a
Oleh Borhan

Keindahan seperti apa yang kau cari
Kenapa harus menunggu waktu
Bukankah bisa didapat kapan saja
Asalkan kau sanggup bermimpi

Kasih sayang dari mana ingin kau dapat
Kenapa harus mencari dengan sesaat
Bukankan bisa dari siapapun
Asalkan kau siap menggapainya

Kebahagiaan seperti apa coba kau raih
Kenapa harus bersama-sama
Bukankah bisa dengan kesendirian
Asalkan kau bisa menikmatinya

Ah…..
Keindahan semu mungkin
Uh…
Kasih sayang beku pasti
Ehm…..
Kebahagiaan sesaat klimaksnya
Ah.. Uh….Ehm….
Ada di diri dan pribadi


GEGURITAN
L E L O N O

Dening Numri S. Zain
Ing lelakone urip
Akeh pangurip-urip ing warta
Ananging manungso
Ora padha sadar lan mangerti
Hilang sudah
Lelabuhan kang digadang-gadang
Tanpa warta
Tanpa suara
Urip iku kudhu kelingan karo sing ngecet lombok
Ojo lali laporan
Mung nundukake nafsu
Kanggo wektu kang sedilit
Ora suwe
Gusthi ngerti karepmu
Karepe sedoyo wong kang urip ing dunyo
Gusthi kang Maha kuasa
Lelono ing jagad liyo
Ora ngerti panggawean
Ngerti wus manggon
Anjejekake palungguhan
Ing panggonan kang sepi
Lelono ora mung neng jagad dunyo
Ugo ono jagad pamikiran
Kang dipun enteni
Sedoyo karya lan ide
Ingkang sampun kasimpen wonten wigatosanipun
Sedoyo pelakon urip
Ngupoyo hasil
Kang durung kasampean
Nganti ngimpi-ngimpi
Lelono ing ati luwih susah
Nyumertaake rasa, jiwa lan raga
Kabeh tumurut
Nora nana kang gampang
Ati kang kudu ng-ati-ati



KATA MUTIARA
Dengan atau tanpa
Valentin
Cinta adalah Ruh Kehidupan
By
Komunitas Lumbung Aksara
Membaca - Menulis, Menjaga Hidup

Biodata Penulis
LONTAR Edisi 03/Th.I/Februari 2007

Asti Widakdo, lahir 26 November 1987. Penulis yang asli Galur ini mulai awal Februari mencari pengalaman hidup di Bekasi. Sambil mendinginkan hati, akunya.
Borhan, yang punya nama lengkap Burhanul Fahruda adalah penyair “karaten” yang kini terobsesi menjadi pengusaha sukses. Tinggal di “Kontrakan AB”, Giripeni Wates.
Fajar R Ayuningtyas, lahir 29 April 1982, punya kesibukan part-time di sebuah warnet di Wates. Tinggal di Ngulakan, Hargorejo, Kokap.
Mukhosis Noor, lahir 16 Februari 1986, masih kuliah di jurusan Bahasa Dan Sastra Arab, Fak. ADAB UIN Sunan Kalijaga. Tinggal di Sindutan, Temon.
Niko Ferdian, penyair muda pesisir kidul ini siswa kelas III SMA 1 Wates, dan belum punya pacar.
Numri S. Zain, alumni UIN Sunan Kalijaga. Kini pengurus Dewan Asatidzah PP Wahid Hasyim.
Sri Juliati, sekolah di SMA Negeri 1 Sentolo, tinggal di Nanggulan.
Wahid Agus Supriyanto, lahir 11 Maret 1978, adalah ketua komunitas Padang Mbulan. Seniman yang akrab dipanggil Redjo ini juga sering menulis geguritan, tinggal di Panjatan dan Wates.

SMS Pembaca


Asslkm. Surprise! Da komunts sastra di KP. Gimana caranya gabung? (Ida-Lendah: 081932763xxx)

Mas/Mbak, nek mau gabung sama Lumbng Aksara piye carane yo? Nuwun. (Sartana-Girimulya: 0817269xxx)

Gmn klo di Lontar ada rubrik ulasan thdp karya yg dimuat. Ya, spy karya yg ada bisa dipahami pembc, OK?? (Tole-Galur: 08104283xxx)

No comments: