BILIK REDAKSI
Salam Sastra !
Selamat HUT RI ke-62. Merdeka! “Merdeka” atau “Merdeka?”.
Dari sanubari terdalam, kami mengucapkan selamat merayakan Hari Merdeka. Gempita atau tak. Selebihnya; Stop penindasan, Bos! Usah lagi perayaan kemerdekaan hanya menjadi semangat ritus tahunan belaka. Panjat pinang melulu, Karnaval melulu tapi kerapkali kita alpa pada realitas mendasar sebagai anak bangsa di mana masih banyak saudara-saudara kita yang masih terkacungi kemerdekaan beroleh hak-haknya. So What Gitu Loh…?
Pembaca LONTAR yang budiman, mulai edisi ini dan rencananya lanjut ke depan, LONTAR menghadirkan sisipan, yakni buletin “Prasasti” hasil kreasi yang digawangi oleh kawan-kawan peserta PMK angkatan pertama yang diadakan oleh komunitas Lumbung Aksara bulan lalu. Semoga kehadirannya dapat lebih memberi warna cerah bagi jagad tulis-menulis di Kulonprogo.
Paling tidak, sejarah akan menuliskan catatannya sendiri bahwa elemen masyarakat muda di Kulonprogo masih semangat untuk terus Membaca - Menulis; Menjaga Hidup.
Selamat Membaca….
CERPEN
Dua Tahun Kau Menghilang
Cerpen Retno Prihandaru
Jam mulai menunjukan jam 4 sore, segera Andin bergegas mengambil kunci motornya, berangkat menuju kafe tempat dia akan bertemu rekan kerjanya. Butuh waktu 15 menit untuk sampai di tempat itu. Kali ini dia tak boleh terlambat karena ini adalah kesempatan emas baginya untuk mendapat investor besar sehingga ia tak akan dipecat dari perusahaan tempat dia bekerja karena berhasil memberi pemasukan yang besar bagi perusahaan.
Sampai di kafe itu ia mencari-cari di mana mitra kerjanya duduk. Namun tak dilihatnya orang yang ingin ia temui. Andin berpikir bahwa mungkin orang yang ia tunggu datang terlambat. Ia pun memesan Cofee Mix kepada pelayan kafe yang nampak tampan di matanya.
Sambil menunggu orang itu datang, Andin mengambil laptop yang ada di tasnya, kemudian ia mulai mengutak-atik laptop itu. Tiba-tiba suara HP-nya berbunyi. HP 3G yang baru ia beli tiga minggu yang lalu.
“Hallo.....ini siapa ya?” Sapa Andin
“Maaf, apa benar ini saudari Andin”.
“Ya, benar...ada apa ya?”
“Hari ini Pak Doni tidak bisa datang menemui Anda dan saya diberi tugas untuk mewakilinya menemui Anda. Apa Anda masih di sana?”
“Ya, saya masih di kafe Kaserina”.
* * *
Sudah hampir satu jam dia duduk di kursi itu sambil mengutak-atik laptop. Pikirannya resah karena kliennya tak kunjung datang. Dia tak ingin pertemuan kali ini gagal. Tiba-tiba saja seorang lelaki berumur sekitar 22 tahun menggunakan kemeja berwarna biru menghampirinya. Kehadiran lelaki itu membuyarkan konsentrasinya mengutak-atik laptop yang sedari tadi dia mainkan.
“Maaf, apa benar ini saudari Andin?” Sapa lelaki itu.
Andin mengangguk, kaget tak percaya melihat orang yang berdiri di depannya. Jantungnya langsung berdegup kencang, nafasnya seakan terhenti. Tak percaya, orang yang telah menghilang dua tahun lalu, saat ia tinggal di kota Surabaya, kini hadir di depan matanya. Orang itu adalah pria yang telah menghancurkan hatinya karena cinta yang pergi itu.
“Maaf, boleh saya duduk disini” Ucap lelaki itu.
“Oh ya .... silahkan” Jawab Andin gugup.
“Mari kita mulai saja pembicaraan kali ini”
“Ar.... kamu Arya Andung Setya kan..?” Tanya Andin
“Maaf, siapa itu Arya..saya Rino, saya bukan Arya” Jawab lelaki itu beraut heran.
“Apa Anda mengenali saya?” Tanya Andin lagi
“Maaf saya rasa saya bertemu Anda baru kali ini” Ucap lelaki yang bernama Rino itu.
Dalam hati Andin bertanya-tanya. Bagaimana mungkin lelaki yang dulu pernah menjalin asmara dengannya dua tahun, kini tidak mengenalinya sama sekali. Ini kenyataan atau sebuah kesengajaan? Arya tidak mengenali Andin. Ia pandangi lelaki yang ada dihadapannya itu. Masih tampan pula ia setelah dua tahun lamanya tak pernah bertemu. Terlintas lagi kenangan-kenangan indah bersama Arya. Hingga akhirnya Rino membuyarkan lamunan Andin.
“Maaf, bisa kita mulai sekarang” Ucap Rino
“Ba...ik, baik” Jawab Andin.
* * *
Pertemuan dengan rekan bisnis tak disangka adalah sebuah pertemuan yang mengejutkan bagi Andin. Berbagai pertanyaan terlintas di benaknya. Apa sebenarnya yang terjadi dengan Arya? Direguknya kaleng soft drink yang ada di tangannya. Sambil mengingat kisah saat ia bersama Arya, lantas ia mengambil HP yang ada di meja kerjanya. Dicarinya nama Rio di phone book teleponnya. Andin mencoba menghubungi Rio yang notabene teman karib Arya sejak kecil. Andin hanya bisa berharap nomor itu masih bisa ia hubungi. Semenjak Arya menghilang ia tak pernah berhubungan dengan Rio. Terakhir dia ingat menghubungi Rio untuk menanyakan keberadaan Arya. Namun Rio tak tahu keberadaan Arya.
Ternyata harapan Andin terkabul. Ia berhasil menghubungi Rio. Rio pun mengangkat telepon itu.
“Ini siapa ya?” Tanya Rio.
“Ini Andin, teman lamamu. Aku sekarang tinggal di Jakarta”.
“Andin.....kemana saja kamu selama ini. Kamu ganti nomor ya”.
Tanpa basa-basi Andin mulai menceritakan kejadian yang ia alami hari ini. Ia bertanya kepada Rio apa sebenarnya yang terjadi dengan Arya.
“Itu dia yang sejak dulu ingin aku ceritakan sama kamu. Tapi aku kehilangan kontak denganmu” Papar Rio.
“Apa yang terjadi?”
“Aku bertemu Arya enam bulan sesudah ia menghilang. Ia pun tak mengenaliku”.
“Lalu...”
“Kata ibunya dia mengalami kecelakaan saat pergi ke Jakarta, kecelakaan yang fatal”.
Andin terdiam mendengar penjelasan Rio. Lebih-lebih mendengar ucapan Rio yang terakhir. Perkataan yang memberi jawaban atas semua yang terjadi. Menggoreskan kembali luka yang hampir sembuh.
“Dia...terkena amnesia”.
***
BYAR
Bandot
Seperti apa gambaran orang merdeka itu? Ijinkan saya membayangkan Bandot, tokoh dalam salah satu prosa karya Putu Wijaya, yang dapat kita temui dalam kumpulan cerpennya: Protes. Bandot adalah seorang penjahat, yang tatkala dalam penjara punya hasrat menggebu untuk bisa hidup di dunia luar --yang menawarkan kemerdekaan, kebebasan. Benarkah ketika dikeluarkan dari penjara, Bandot menikmati kemerdekaan?
Tentu. Namun kemerdekaan yang ia rasakan bukan terutama karena ia telah meninggalkan pengapnya hotel prodeo. Bandot baru merasa betul-betul menikmati kemerdekaan saat ia tak menginginkan apa-apa. Dengan kata lain, kemerdekaan itu sejatinya “ada dalam dirinya” dan bukan karena “lempangnya dunia luar”. Tampaknya Bandot tak sendirian. Orang-orang yang mengabdikan hidupnya dalam pengembaraan sunyi (asketis) sadar benar kemerdekaan itu bermula ketika manusia telah khatam dari segala keinginan.
Tapi tunggu dulu. Jangan salah arti. Khatam dari segala keinginan bukan berarti manusia tak lagi punya kebutuhan. Sebab, kebutuhan adalah konsekuensi dari eksistensi manusia. Makan, pakaian, rumah, pendidikan adalah kebutuhan. Juga kesehatan, alat transportasi, dan yang lainnya. Nah, ketika kita sudah cukup makan dengan lauk satu tempe tapi berhasrat nambah satu lagi, itu sudah keinginan namanya. Sudah punya rumah bagus dan besar, masih mau yang mewah dan tersebar di beberapa tempat. Sudah menikah dengan istri cantik atau suami tampan, masih melirik kebun tetangga. Dan seterusnya.
Keinginan adalah sumber penderitaan, kata Iwan Fals dalam sebuah lirik lagunya. Tapi, benarkah hidup harus steril dari “penderitaan”? Ah, rasanya kok tidak. Adam dan Hawa, ketika diturunkan ke bumi, sudah sejak awal berbekal penderitaan. Dan sejarah peradaban manusia itu sendiri tak lain adalah narasi agung tentang penderitaan. Tapi, bukankah dari penderitaan ini kebudayaan manusia digali? Untuk nantinya bisa eksis mengikuti akselerasi zaman? Dari sinilah, bagi segelintir orang, “penderitaan” bisa dijadikan titik tolak juga pemantik sekaligus untuk maju. Asal kita punya kemauan untuk keluar dari jebakan penderitaan.
Jadi, biarkanlah diri anda menderita oleh keinginan. Tertindih mimpi-mimpi. Jangan takut dijajah oleh obsesi. Hadapilah dan perjuangkan mimpi dan obsesimu. Sebab, seperti pesan Napoleon Bonaparte, mereka yang takut dijajah tak akan memperoleh kemenangan. Sampai akhirnya anda akan menyadari: trembelane…. betapa dalam mengolah hidup ini amat tipis beda antara keinginan dan kebutuhan. Meski esensi keduanya sangat jauh berjarak.***
MARWANTO (www.markbyar.blogspot.com)
ADA APA DENGAN LA
Komunitas LA dan Karang Taruna Garap Pembelajaran Menulis
Selama 2 hari, 14-15 Juli, Komunitas LA bekerjasama dengan Karang Taruna (KT) Kabupaten Kulonprogo menyelenggarakan Pembelajaran Menulis Kreatif (PMK) bagi siswa dan pemuda. Kegiatan yang secara resmi dibuka oleh Kasubag TU Perpusda Kulonprogo Drs Supardi tersebut menghadirkan tiga narasumber: Umar Maksum (wartawan KR), Aguk Irawan MN (Novelis dan Penyair) dan Marwanto (Esais dan Cerpenis). Untuk PMK (Angkatan I) kali ini diikuti 13 peserta, meliputi: 5 (SMA N 1 Wates), 2 (SMA N 2 Wates), 1 (SMK N 1 Pengasih), 1 (SMP N 1 Temon), 1 (UNY) dan 3 (utusan pemuda). Ketua panitia PMK, Tri Wahyuni SIP mengatakan, dari kegiatan ini diharapkan terjalin komunikasi yang intensif antara komunitas LA dengan para siswa untuk menggairahkan dunia kepenulisan. Follow-up kegiatan ini, alumni PMK menerbitkan buletin sastra (yang diberi nama Prasasti) dengan segmen pembaca terutama siswa. Untuk penerbitan Prasasti tersebut, Direktur “AB Community” Burhanul Fahruda, menyatakan siap membantu. (Asti Widakdo)
Baca Puisi di TP ke-10
Tanggal 20 Juli 2007 lalu, komunitas LA mengemas acara pembacaan puisi lewat agenda bulanan yang bertajuk “Tadarus Puisi”. Di edisi yang ke-10, TP kali ini di adakan di Taman Binangun KP, kompleks alun-alun Wates. Acara yang sedianya dijadwalkan jam 13.00 molor hingga beberapa jam. Sehingga ada sebagian dari kerabat pecinta puisi yang meninggalkan lokasi sebelum acara dimulai. “Yang bisa digarisbawahi dalam pertemuan kali ini adalah : meski hanya dihadiri oleh beberapa orang saja, paling tidak tradisi ini masih bertahan hingga sekarang” ujar Marwanto selaku koordinator LA. Selain pembacaan puisi dalam TP kali ini juga dilakukan “pengadilan puisi” sekaligus launching LONTAR edisi 8. (AriZur)
Workshop Sastra di TBJT Solo
Sabtu-Minggu (28-29 Juli 2007) bertempat di Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah yang terletak di 100 M barat UNS Solo, 4 orang perwakilan LA diundang untuk mengikuti Workshop Sastra yang diadakan oleh komunitas sastra PAWON Solo. Workshop dengan materi penulisan novel, cerpen, puisi, dan publikasi karya di media massa ini diisi oleh S. Prasetyo Utomo (cerpenis), Triyanto Triwikromo (cerpenis yang juga redaktur sastra Harian Suara Merdeka), penyair Iman Budhi Santosa, Abidah el-Khalieqy (penulis novel Geni Jora: pemenang runner-up sayembara novel DKJ 2004), Dwicipta (cerpenis, mahasiswa HI UGM) dan penulis lokal Solo. Selain mengikuti workshop, pada kesempatan itu pula dijadikan sebagai ajang komunikasi, sharing serta barter karya antar komunitas-komunitas sastra dari Solo, Jogja (LA Kulonprogo), Semarang, Karanganyar, Blora, Purwokerto, dan Bandung. LA berterima kasih atas apresiasi mereka terhadap buletin LONTAR. (Chyto)
BACA BUKU
Samarkand
(Terjemahan dari ”Samarcande”, edisi Bahasa Prancis)
Pengarang : Amin Maalouf
Penerjemah : Winarsih Arifin
Penerbit : PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta
Cetakan : Pertama, Januari 2007
Ukuran : 13 cm X 20 cm
Jumlah halaman isi : 502 halaman (dari halaman 9-511)
Menakjubkan, novel ini merangkum kisah sejarah, cinta, dan pergulatan politik kekuasaan dalam satu alur yang berkaitan. Peristiwa yang berjarak delapan abad dirangkai menjadi satu dengan benang penghubung naskah Samarkand yang berisi kumpulan puisi Omar Khayyam dalam Rubaiyyat (puisi berbaris empat) dan kisah perjalanan naskah itu sendiri yang dituliskan di pinggirnya.
Judul buku ini diambil dari nama tempat Omar Khayyam merantau, sebuah kota tertua di kawasan Asia Tengah atau lebih tepatnya di Uzbekistan yang dalam novel ini disebut Transoksiana. Buku ini berbentuk tetralogi (empat cerita yang saling berhubungan).
Buku pertama : Sepasang Penyair dan Sepasang Kekasih (halaman 13-149)
Buku kedua : Surga Kaum Pembunuh (halaman 153-268)
Buku ketiga : Akhir Sebuah Alaf (halaman 271-385)
Buku Keempat : Seorang Penyair di Lautan(halaman 389-511)
Sebelum buku pertama, pengarang memberikan pembuka (dua halaman) yang merangkaikan keempat tetralogi dengan kalimatnya:
DI DASAR Samudra Atlantik telah terkubur sebuah buku. Riwayat buku itulah yang akan kuceritakan.
Kata ganti 'ku' pada kalimat tersebut adalah seorang tokoh dalam novel bernama Benjamin O. Lesage, yang disebutkan pada halaman kedua (halaman 10). Buku Pertama dan Kedua menceritakan perjalanan Omar Khayyam sejak umur dua puluh empat tahun dengan latar belakang peristiwa yang terjadi pada masa itu hingga menulis Rubaiyyat. Buku kedua dan ketiga bercerita tentang Benjamin O. Lesage (O adalah singkatan dari Omar) dalam perjalanannya yang berliku-liku mencari naskah Rubaiyyat Omar Khayyam. Meskipun akhirnya ketemu, tetapi naskah itu kemudian tenggelam bersama tenggelamnya kapal Titanic.
(Z. Latif, Lay-Outer LONTAR, pecinta buku, tinggal di Bendungan Wates)
BIODATA PENULIS
Akhiriyati Sundari, alumni MAN 2 Wates dan UIN SuKa. Aktif di Forum Téh Toebroek dan LA. Pernah diundang menjadi peserta Forum Penyair Muda 4 Kota, Februari silam di Taman Budaya Yogyakarta. Karyanya dimuat di majalah Syir'ah, buletin Paradigma FTy UIN SuKa, BÉN!, www.tandabaca.com juga di Herbarium; Antologi Puisi 4 Kota (Padang, Denpasar, Bandung, Yogyakarta) (PUJA-2007) dan SGSI. Berdiam di Ngestiharjo Wates.
AriZur, aktif di FTT. Mendapat ilham menulis puisinya itu saat melintasi bukit gersang di daerah Randu Blatung BLORA sekitar dua tahun lalu. Waktu itu merasakan kesedihan yang sangat, ungkapnya. Tulisan-tulisannya belum pernah dimuat di KOMPAS, Horison, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Harian Seputar Indonesia dan The Jakarta Post. Tinggal di Blok 2 Ngestiharjo Wates.
Didik Komaidi, lahir di Magetan 21 September 1972. Alumni S2 UNY ini mengajar di MAN 2 Wates sejak 2004. Tahun 2006 menikah dan hingga kini kerasan tinggal di Ngestiharjo Wates. Direktur Penerbit Sabda Media ini telah banyak menulis dan menerbitkan sendiri beberapa buku. Bukunya yang terbaru Aku Bisa Menulis (Sabda Media, 2007). Putrinya semata wayang diberi nama Nayla Zakia Sholehah.
Hasta Indriyana, lahir di Gunungkidul, 31 Januari 1977. Alumni UNY. Manajer Komunitas di Yayasan Tandabaca. Pernah memimpin Unit Studi Sastra dan Teater (UNSTRAT) UNY dan sekretaris di Akademi Kebudayaan Yogyakarta (AKY). Saat ini belajar bersama anak-anak wilayah gempa di Nglipar, Gunungkidul. Tulisan dipublikasikan di Horison, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Jurnal Puisi, Nova, KR, dll. Buku yang telah ditulis: Tuhan, Aku Lupa Menulis Sajak Cinta (Jendela-2004), Perempuan Tanpa Lubang (Pinus-2005), dan menyusul Teater Pendidikan untuk Pembebasan (INSIST Press-2007).
Iul Muna, punya nama lengkap Ahmad Muflikhul Muna. Lahir 12 Juni 1993. Masih belajar di SMP N 1 Wates. Lelaki asal desa Karangsari Pengasih ini nyantri di Pondok Pesantren Al-Qur'an (Pesawat) Wates.
Marwi Hendrianto, penyair satu ini tidak banyak menyertakan biodatanya kecuali bahwa ia adalah pelajar di SMAPTA Kelas XII. Memiliki hobi berpetualang dan cuci mata.
Retno Prihandaru, baru saja menamatkan belajar di SMA N 2 Wates. Gemar membaca novel, khususnya karangan Kahlil Gibran. Gadis yang mengaku sebagai simpatisan LONTAR ini tinggal di Panjatan.
Tari, perempuan yang mengaku asal Maesan Wahyuharjo Lendah ini tengah bekerja di rantau, tepatnya di daerah Tangerang. Meski begitu ia dapat mengakses LONTAR di www.lontar-online.blogspot.com di sana.
SMS PEMBACA
“mlm, bisa kasih info bot kegiatan sastra/teater? Kalo mo gabung gmn cranya? Thx.” (harno edi 085228362XXX)
“tulisan apa aja yg diterima LONTAR? Ada honornya?” (Nasrullah Idris 081802028XXX)
PUISI
Suatu Senja di Randu Blatung
; dalam kerinduan yang payah dan tak sudah-sudah
Oleh : AriZur
Segalanya.
Tentang ku-mu.
Menjadi berdebu.
Usaikan cerita
Di antara perdu ilalang dan bisingnya waktu
- Mei 2007
Seplawan
Oleh : Didik Komaidi
Di atas bukit
Terlihat lembah-lembah hijau
Gunung-gunung biru
Segerombolan awan menyelimuti puncak bukit
Di sini masih kutemukan kesejukan embun
Yang mendinginkan pikiran yang lelah
Yang membuat katarsis dari kepenatan kota
Yang menyimpan ambisi yang licik
Untuk menyegarkan ruhani
Agar tetap berarti
Kulonprogo, Oktober 2006
Kau dan Aku adalah Puisi paling Luka
Oleh : Akhiriyati Sundari
Siasia saja menjahit mimpi
usai robek bagian tengahnya
Sungai di matamu tak mengalirkan
apaapa
kecuali lengkung tanya membuncit
di perut ikanikan dekat pemandian
yang kita kunjungi Januari silam
demi melunaskan perjanjian
Sepotong bait, bacalah lekas!
Racik menjadi jamu dan angsurkan padaku
Biar kuminum
Hingga tandas
luka paling luka
di sumur jantungku yang kadung kau cacah
Rampung sudah kubaca filsafat air
yang hujan di tubuhmu
Telah kusalin dan kurapalkan
menjadi tulisan batu paling nisan
di lahat dadaku yang mengumandangkan adzan ;
“Kau dan aku adalah puisi paling luka
yang dilahirkan saat bulan kesiangan”
Ngestiharjo, 07-07-2007
BATU
teringat Puthut EA
Oleh : Hasta Indriyana
Selamat malam. Namaku batu. Kita pernah
Ketemu di senja hari ketika janji dan
Teken kontrak siang itu ternyata terlalu
Pagi untuk sebuah urusan tentang debu
Sich!
Tak mengapa. Masih cukup sore mengenang
Sesuatu yang ternyata kita benci: sesuatu
Yang begitu jelas
Aku jelas mengingatmu. Matamu batu, telingamu
Batu, mulutmu batu, seperti ruang yang
Disekat-sekat, sedikit aroma cemas, jadwal
Yang rapi, dan poster pesepak bola yang sembab
Mencibir semua. Batu?
Itu bagus. Setidaknya debu yang kau
Keluarkan dari saku kemeja itu sebagai
Pengganti kemarau yang selalu ingin
Melupakan segala hal. Termasuk air mata
Termasuk kata selamat malam. Selamat batu
Tapi Raudal, Hernawan, Satmoko,
Marhalim, Binhad, dan orang-orang asing barangkali
Tengah merebus batu-batu
Dihidangkan menjadi puisi lebih dari sekedar
Kata selamat malam, selamat batu, selamat
Air mata!
Dewadaru, 2003
ASA Ku
Oleh : Tari
jauh kini
aku berjalan
terluka
hingga perih tak kurasakan lagi
kepiluan panjang tak henti
rinduku pada kampungku
perjalanan panjang tlah kutempuh
lelah
hilang dalam ingatan
sebelah hatiku hancur, tak berbekas
dalam asaku
temanku pergi …………
jauh tinggalkan aku dalam kesendirian
tak ada
acuh, gila, piluku
hatiku semrawut
gundah
kembalilah jiwaku
yang dulu tenang
tak pernah hancur untuk yang kedua
Tangerang, 21 Februari 2007
sYair seoRang penYair
Oleh : Iul Muna
esEnsi penuh diMensi
meRecap raSio
bukaN inSpirasi
mEncoBa menguBah perSepsi
menjadi inTuisi
mencoBa menguBah fakTa
menjadi kata-kata penuH makna
BOLA MATA
Oleh : Marwi Hendrianto
Lama juga kutatap dua bola matamu
dan Sang Bayu bermalu-malu menemaniku
aku mencoba menggenggam kota yang bernama duka
tapi semua sia-sia......
Masih perih dan hangat tatapan cintamu
kala kita menari dari masa ke masa
seandainya saja...
Jambu merah tua itu tak segera terlukis
gerimis kesedihan takkan mengalir deras
ini mimpi pagi hari
aku sayu dan awan dalam lamunan
Aku ingin menari tentang petang
yang terbentang hingga ujung mata
Lama juga kutatap dua bola matamu
itu yang kan buatku bersamamu selalu
KATA MUTIARA
PERJUANGAN ADALAH PELAKSANAAN KATA-KATA
(WS RENDRA)
Presented by
KOMUNITAS LUMBUNG AKSARA
Membaca - Menulis ; Menjaga Hidup
1 comment:
buy valium online where can i buy valium online yahoo answers - valium bioavailability
Post a Comment